Senin, 15 Maret 2010

gejala awal autisme

Gejala Awal Autisme

Published by Lita November 9th, 2006

Ini adalah tulisan kedua dari ibu Julia. Lanjutan dari Ciri-ciri Autisme. Patut disimak.

GEJALA AWAL AUTISME

Masih ingat atau masih mengalami saat anak kita tengah belajar bicara di usianya yang ke satu atau satu setengah tahun? Ia akan menyebutkan apa yang dilihatnya dengan cara menunjukkan ke satu objek dan menyebutkan nama objek itu. Cara-cara ini disebut sebagai Joint Attention (bersama-sama memperhatikan). Pada anak normal caranya adalah, mula-mula ia akan melihat wajah ibu atau pengasuhnya dan kemudian diteruskan dengan kontak mata, dengan maksud menarik perhatian ibu atau pengasuhnya agar bersama-sama memperhatikan sesuatu yang menjadi perhatiannya, kemudian ia menunjuk dengan tangan dan jari-jarinya ke sesuatu yang menjadi perhatiannya itu. Ini adalah suatu awal perkembangan dari komunikasi timbal balik yang membutuhkan suatu interaksi emosional yang sehat.

Namun tidak demikian halnya dengan anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Pada fase ini ia mengalami kegagalan perkembangan. Umumnya anak-anak autisme tidak melakukan fase dimana ia mencoba membangun kontak komunikasi melalui kontak mata. Ini adalah patron yang khas dari anak penyandang autisme. Namun, menurut Buitelaar, kita juga harus berhati-hati. Tentang ketidakadaan kontak mata ini jangan dijadikan sebagai butir diagnosa, sebab banyak juga anak normal yang tidak melakukan kontak mata saat berinteraksi. Ada juga yang hanya sekilas melakukan kontak mata, baginya sudah cukup. Jadi jangan menghitung berapa lama ia mampu membangun kontak mata, sebab banyak anak normal juga melakukan kontak mata hanya sekilas. Artinya yang harus diperhatikan adalah kualitas dari kontak mata itu. Sebaliknya juga banyak anak-anak autisme yang bisa lama melakukan kontak mata tetapi kualitasnya sangat rendah. Ia memandang mata orang di hadapannya namun tidak bisa membangun kontak secara emosional.

Kegagalan membangun kontak emosional inilah yang menyebabkan perkembangan bicara juga menjadi terganggu dan akhirnya akan menyebabkan gangguan perkembangan bersosialisasi. Karena itu, dijelaskan oleh Buitelaar bahwa dalam penegakan diagnosa autisme perkembangan kemampuan bicara dan bahasa menjadi salah satu butir yang penting. Tetapi kita juga harus berhati-hati, sebab anak-anak yang tidak bisa bicara atau mengalami keterlambatan bicara, belum tentu ia adalah penyandang autisme. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kemampuan berbahasa non-verbalnya. Pada anak-anak autisme selain ia mengalami gangguan komunikasi secara verbal, ia juga mengalami gangguan komunikasi nonverbal.

Komunikasi nonverbal adalah suatu komunikasi tanpa menggunakan kata-kata. Komunikasi nonverbal adalah bentuk komunikasi dengan cara membaca bahasa simbolik dan bahasa mimik. Pada anak autisme yang mengalami kegagalan perkembangan membangun kontak emosi tadi, dengan sendirinya juga ia mengalami kegagalan membaca bahasa mimik, karena bahasa mimik pada dasarnya adalah komunikasi dengan cara membaca emosi orang lain. Ketidakmampuan membaca emosi orang lain dalam bentuk ekspresi muka orang lain inilah yang kemudian menyebabkan anak-anak ini juga tidak mampu mengekspresikan wajahnya. Ia adalah anak yang tidak berekspresi, tidak mampu menunjukkan kehangatan, rasa senang atau marah.

Selain ia tak mampu mengutarakan emosinya ia juga kadang mengalami kesalahan dalam mengekspresikan perasaannya, atau ekspresinya tidak pada tempatnya. Padahal komunikasi nonverbal ini merupakan bentuk komukasi yang lebih banyak digunakan oleh kita sehari-hari, dalam membangun hubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, sebagian besar komunikasi adalah berbentuk komunikasi non verbal. Dengan sendirinya kegagalan komunikasi nonverbal ini akan pula menyebabkan ia mengalami gangguan bersosialisasi, atau membangun hubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya.

Pada sebuah tes dengan anak autis yang lebih besar, di atas lima tahun, seringkali ia juga mengalami kegagalan membaca jalan pikiran orang, dan merasakan perasaan orang lain. Hal ini oleh Buitelaar ditunjukkan dengan suatu demonstrasi The Theory of Minds (dengan kontra yang menarik dari Eric Shen, -lita), yaitu dengan permainan yang disebut Sally and Anne. Ia memberikan contoh, ada seorang anak autisme dengan usia lebih dari 5 tahun, diberi permainan dua figur boneka bernama Sally dan Anne. Sally mempunyai sebuah keranjang, dan Anne mempunyai sebuah kotak. Anne mempunyai sebuah kelereng di kotaknya. Waktu Anne keluar, oleh Sally kelereng itu dipindahkan ke keranjang. Lalu anak berusia lebih dari 5 tahun tadi ditanya, kalau Anne datang, Anne akan berfikir bagaimana? Pada anak normal, ia akan menjawab, bahwa pasti Anne berpikir bahwa kelerengnya masih berada di tempatnya semula yaitu di dalam kotak. Tetapi anak autisme akan menjawab bahwa kelerengnya berada di dalam keranjang. Anak autisme ini tidak mengerti apa yang akan dipikirkan oleh orang lain. Namun pola autisme yang seperti ini bukanlah juga sebagai butir untuk menegakkan diagnosa, sebab banyak pula anak normal di atas usia lima tahun masih belum bisa membaca jalan pikiran orang lain.

Demonstrasi tadi menunjukkan bahwa bagaimana cara berpikir seorang anak autisme, bahwa ia hanya mampu memakna kejadian-kejadian tersebut secara harafiah. Ia juga mengalami kegagalan dalam pengembangan bentuk fantasi dan imajinasi. Sehingga segalanya menjadi kaku atau rigid dan tidak fleksibel.

Pada anak-anak autisme ini juga mengalami kegagalan dalam melakukan memakna hubungan kejadian yang satu dengan yang lainnya. Jadi seringkali ia mampu mengumpulkan banyak informasi secara detil tetapi tidak mengerti apa fungsi setiap detilnya, dan konteksnya secara global. Karena kegagalan berbagai perkembangan dalam melakukan kontak dengan orang lain ini, ia juga akan bereaksi berbeda dari pada anak-anak normal lainnya.

Anak-anak ini juga sangat sulit menerima perubahan, sangat rigid, dengan ritual-ritual yang sulit dirubah. Kepada anak-anak ini perlu diajarkan bagaimana berperilaku fleksibel.

http://lita.inirumahku.com/health/lita/gejala-awal-autisme/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar