Senin, 15 Maret 2010

terapi untuk anak autis

Terapi Untuk Anak Autistik

Sesuai dengan problema yang dialami anak gangguan autisik, maka terapi perlu diberikan untuk membangun kondisi yang lebih baik. Terapi juga harus rutin dilakukan agar apa yang menjadi kekurangan anak dapat terpenuhi secara bertahap. Bagi orang tua anak dengan kelainan ini disarankan oleh para ahli untuk menggunakan metode ABA dengan rutin dan disiplin. Terapi juga harus dilakukan sedini mungkin, sebelum anak berusia 5 tahun. Sebab, perkembangan pesat otak anak umumnya terjadi pada usia sebelum 5 tahun, puncaknya pada usia 2-3 tahun. Beberapa terapi yang ditawarkan oleh para ahli adalah:

1. Terapi Biomedik

Terapi ini dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Mereka menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Karena itulah, terapi biomedikfokus pada pembersihan fungsi-fungsi abnormal pada otak. Anak-anak akan diperiksa secara intensif. Dengan terapi ini diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Obat-obatan juga digunakan untuk penyandang autisme, namun sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati, sebaiknya ketika menggunakan jenis obat diserahkan kepada Dokter Spesialis yang lebih memahami dan mempelajari autisme. Beberapa food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk anak autisme adalah vitamin B6, TMG, Omega-3, Magnesium, dan sebagainya.

Terapi biomedik melengkapi terapi lainnya dengan memperbaiki “dari dalam” (biomedis). Dengan penggunaan obat, diharapkan perbaikan akan lebih cepat terjadi. Dengan menggunakan terapi dari dalam dan luar diri, ternyata banyak anak yang mengalami kemajuan cukup bagus.

2. Terapi Okupasi

Sesuai dengan problem yang dialami anak gangguan autistik, yaitu pada aspek motorik, sensorik, kognitif, intrapersonal, interpersonal, perawatan diri, produktivitas, maka kegiatan terapi okupasi diarahkan untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Treatment yang dilakukan dengan menggunakan sensori integrasi (Ayers), neurodevelopment treatment (Bobabth), modifikasi perilaku, dan terapi bermain.

a. Motorik

Treatment terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan pada aspek motorik. Kegiatan yang dapat diberikan berupa:

1. Bermain bola

Tujuan umum mengembangkan kemampuan motorik agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus memberikan keterampilan motorik kasar melalui kegiatan bermain.

b. Sensorik

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan pada aspek sensori, kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Berayun-ayun

Tujuan umum mengembangkan kemampuan sensorik agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus mengurangi hiperrespon dan hiperaktif.

2. Berjalan mengikuti garis tengah lurus

· Tujuan umum :

Mengembangkan kemampuan sensorik agar dapat berkembang seoptimal mungkin.

· Tujuan Khusus :

Meningkatkan body awareness

3. Bermain scooter board

Tujuan umum mengembangkan kemampuan sensorik agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus meningkatkan keterampilan hubungan spasial

c. Kognitif

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan pada aspek kognitif, kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Melihat-lihat gambar mobil

Tujuan umum mengembangkan kognitif agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan Khusus meningkatkan fokus aktivitas dan mendengarkan instruksi

2. Memainkan plastisin

Tujuan umum mengembangkan kognitif agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan Khusus memusatkan perhatian

d. Intrapersonal

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan pada aspek Intrapersonal

, kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Bermain Form Board

Tujuan umum mengembangkan aspek intrapersonal agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus mengurangi stress

2. Melukis

Tujuan umum mengembangkan aspek intrapersonal agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan Khusus mengurangi perilaku repetitif

e. Interpersonal

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan aspek interpersonal, kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Berolahraga

Tujuan umum mengembangkan aspek interpersonal agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus mengembangkan kemampuan sosial melalui olahraga

f. Perawatan diri

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan aspek perawatan diri. Kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Membersihkan Tempat Tidur

Tujuan umum mengembangkan aspek perawatan diri agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan Khusus meningkatkan kemandirian dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari.

2. Menyisir rambut

Tujuan umum mengembangkan aspek perawatan diri agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus meningkatkan kemandirian dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari.

g. Produktivitas

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan aspek produktivitas. Kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Bermain kelereng

Tujuan umum mengembangkan aspek produktivitas agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan Khusus meningkatkan keterampilan bermain yang kooperatif.

h. Leisure (pengisian waktu luang)

Terapi okupasi untuk membantu mengembangkan aspek leisure, kegiatan yang dapat diberikan melalui:

1. Memelihara ayam

Tujuan umum mengembangkan aspek leisure agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Tujuan khusus mengembangkan minat anak.

3. Terapi Integrasi Sensoris

Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respon yang terarah. Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan syaraf pusat, sehingga lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.

4. Terapi Bermain

International Association for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di Amerika, mendefinisikan Terapi Bermain sebagai penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal. Pada terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan, perkembangan yang optimal.

Terapi bermain adalah pemanfaatan pola permainan sebagai media yang efektif dari terapis, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Bermain merupakan bagian integral dari masa kanak-kanak, salah satu media yang unik dan penting untuk memfasilitasi perkembangan:

· Ekspresi bahasa,

· Keterampilan komunikasi,

· Perkembangan emosi, keterampilan sosial,

· Keterampilan pengambilan keputusan, dan

· Perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001).

Bermain merupakan bentuk ekspresi yang paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Menurut McCune, Nicolich, & Fenson (dalam Schaefer, et al., 1991) bermain dibedakan dalam hal:

a. Ditujukan demi kesenangan sendiri

b. Lebih fokus pada makna daripada hasil akhir

c. Diarahkan pada eksplorasi subjek untuk melakukan sesuatu pada objek

d. Tanpa mengharapkan hasil serius

e. Tidak diatur oleh aturan eksternal

f. Adanya keterikatan aktif dari pemainnya.

Sedangkan Garvey dan Piaget menambahkan bahwa permainan haruslah:

a. Menyenangkan

b. Spontan, sukarela, motivasinya instrinsik

c. Fleksibel dan

d. Berkait dengan pertumbuhan fisik dan kognitif.

Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada beberapa hal penting, yaitu:

a. Tipe dan jumlah permainan yang digunakan

b. Konteks permainan

c. Partisipan yang terlibat

d. Urutan permainan

e. Ruang yang digunakan

f. Gaya bermain

g. Tingkat usaha yang dicurahkan.

Terapi bermain yang dilakukan dapat dengan berbagai cara seperti:

1. Mainan kehidupan nyata, yaitu boneka yang terdiri atas keluarga (Bapak, ibu, anak), boneka rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh kartun dapat menjadi media untuk mengekspresikan secara langsung. Terapis dapat menggunakan mainan keseharian seperti mobil-mobilan, alat masak-memasak tiruan, kartu bergambar, atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.

2. Mainan pelepas agresivitas-bermain peran, klien dapat mengkomunikasikan emosi yang terpendam melalui mainan, atau materi seperti karung tinju, boneka tentara, boneka dinosaurus dan hewan buas, pistol dan pisau mainan.

3. Mainan pelepas emosi dan ekspresi kreativitas, Pasir, air, balok atau lilin dapat menjadi sarana anak mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.

5. Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan yang kekurangan (belum ada) ditambahkan. Termasuk ke dalam jenis terapi ini adalah metode Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Terapi ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespon benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespon negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespon sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Diharapkan perlakuan ini dapat meningkatkan kemungkinan anak agar berespon positif dan mengurangi kemungkinan dia berespon negatif (atau tidak berespon) terhadap instruksi yang diberikan.

Misalnya: ketika anak diminta untuk duduk atau anak mampu untuk menulis sesuai perintah maka dengan otomatis kita memberikan sikap positif, bisa dengan mengajak dia “tos” atau bertepuk tangan sambil mengatakan “bagus” atau “pinter”.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Dari terapi ini hasil yang didapatkan signifikan bila mampu diterapkan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

6. Terapi Fisik

Beberapa penyandang autisme memiliki gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya juga kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh anak.

7. Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, materi speech terapy sebaiknya dilakukan berkolaborasi dengan metode ABA. Selain itu mereka juga harus memahami langkah-langkah dalam metode Lovaas sebagai dasar bagi materi yang akan diberikan.

Terapis wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau gangguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.

Terdapat beberapa gangguan komunikasi pada penderita autis, Salah satunya adalah Autistic Spectrum Disorders (ASD). Gangguan komunikasi ini bersifat verbal, non verbal, maupun kombinasi.

Area bantuan dan terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:

1. Artikulasi atau pengucapan : Artikulasi atau Pengucapan menjadi kurang sempurna disebabkan adanya gangguan. Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and Manners of Articulation). Kesulitan pada artikulasi atau pengucapan, dibagi menjadi: substitution (pergantian), misalnya: rumah menjadi lumah, i/r; omission (penghilangan), misalnya satu menjadi atu; distorsion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas; dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.

2. Untuk organ bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, terapis wicara akan mengikutsertakan latihan

· Oral peripheral Mechanism Exercises

· Oral Motor Activities : merupakan sebuah aktivitas yang melatih fungsi dari motorik organ bicara pada manusia, sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.

3. Untuk bahasa: aktivitas yang menyangkut tahapan bahasa antara lain:

· Phonology (bahasa bunyi)

· Sematics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;

· Morphology (perubahan pada kata) ;

· Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;

· Discourse (Pemakaian bahasa dalam konteks yang luas) ;

· Metalinguistics (Bagaimana sebuah bahasa bekerja) ;

· Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).

Sudjarwanto. (2003). Terapi okupasi untuk anak berkebutuhan khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar